Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

4 Alasan Indonesia tidak bisa meniru sistem pendidikan Finlandia

Source : Kompasiana.com

Kenal Finlandia? salah satu negara yang berada di benua Eropa bagian utara. dan merupakan sebuah negara yang tenar dan sangat banyak dibahas oleh semua orang yang belajar pendidikan baik dari sisi ilmu pendidikan, ekonomi maupun sosiologi. Finlandia adalah fenomena unik.

Dari 5 besar negara pada ranking PISA oleh OECD, Finlandia adalah negara dengan sistem pendidikan terunik. Murid di Finlandia baru mulai sekolah pada umur 7 tahun dan sebelum itu mereka hanya diperbolehkan untuk bermain. Waktu belajar mereka juga bisa dikatakan sangat singkat itupun lebih banyak di luar ruangan. bertolak belakang dengan pendidikan di Indonesia kan.

Tidak ada pekerjaan rumah yang diberikan kepada murid. Murid baru dites kemampuannya secara wajib ketika mereka umur 16 tahun dan tamat secondary schools, kalau di Indonesia tamat SMP. Guru-guru di Finlandia tidak diawasi dan dinilai oleh siapa pun. Bahkan banyak penelitian menunjukkan bahwa guru yang diberikan otonomi penuh inilah kunci keberhasilan pendidikan di Finlandia. Guru-guru disana mampu diberikan otonomi penuh karena mereka yang bisa jadi guru adalah lulusan terbaik dan memiliki passion sangat besar untuk mengajar. buruknya di Indonesia, pemilihan guru tidak lah tepat mungkin didasari karena wilayah dan jumlah/ kebutuhan untuk mengajar jadi asal ambil aja. "yang penting bisa mengajar". di dalam pikirku "ya mengajar bisa, tapi apa bisa menmbuhkan bakat terpendam murid ?"

Keberhasilan Finlandia juga tidak bisa ditimpakan kepada kualitas anaknya yang superior karena gizi tinggi serta dirawat baik waktu bayi atau ras mereka superior. Tetangga Finlandia, Norway, yang bisa dikatakan memiliki ras yang hampir mirip, sesama Nordic tidak memiliki kualitas pendidikan setara Finlandia. Norway lebih kaya dari Finlandia dan mereka juga memberikan cuti sampai tahunan kepada orang tua ketika anak mereka dilahirkan sehingga bisa merawat penuh anaknya.


Norway seperti Finlandia juga memberikan tunjangan kepada orang tua atas anak dan memberikan penitipan gratis yang berkualitas kepada orang tua yang bekerja. Namun rangking Norway hanyalah 30 di 2012 ketika Finlandia adalah juara, dan membaik menjadi 24 di 2015. Rangking Norway kalah dari Vietnam (19) yang bisa dipastikan anaknya tidak akan mendapatkan gizi dan perawatan yang lebih baik dari anak di Norway.

Negara dengan gaji tertinggi bagi guru (3 kali lipat dari gaji guru di Finlandia) dan memberikan sumber dana tertinggi untuk pendidikan (tertinggi di negara OECD) seperti Luxemburg  tidak menjadikan sistem pendidikannyanya sukses. Ranking mereka antara 29-32 di PISA score dengan nilai totalnya di bawah skor rata-rata hasil tes .

Cara belajar dengan bermain juga bukan cara yang pasti untuk memberikan pengajaran yang bermanfaat bagi anak-anak. Masyarakat di Amerika Serikat sangat tertarik untuk mempelajari Finlandia, dan telah banyak peneliti dikirim ke sana. Bukan saja Amerika tapi juga dari banyak negara lain di dunia. Bahkan ada lelucon bahwa peneliti dari dunia pendidikan penyumbang terbesar pemasukan turisme bagi Finalndia setelah 2012. Namun, tidak banyak negara yang ikut menerapkan cara belajar dengan bermain di luar kelas.

Anggaran pendidikan di Amerika Serikat per murid lebih besar dari Finlandia dengan pendapatan per kapita yang lebih rendah dari Finlandia. Maka jika masalah resource, kualikasi guru dan cara menagajar yang jadi masalah maka tidak akan ada kesulitan untuk meniru Finlandia. Hal ini menunjukkan bahwa kesimpulan dari banyak penelitian bahwa rahasia pendidikan sukses dari Finlandia sangat sederhana , yaitu guru dengan kualifikasi baik dan memiliki passion tinggi serta otonomi penuh untuk mengajar, adalah satu-satunya penjelasan yang belum bisa dibantah.

Pertanyaanya sekarang, apakah Indonesia bisa membuat sistem pendidikan seperti Finlandia? Jawabannya adalah hampir 99% kemungkinannya tidak bisa.


Ada empat alasan yang membuat negara kita tidak bisa memiliki sistem pendidikan seperti Finlandia.

1. Pertama adalah kita membenci sosialisme
Sistem ekonomi sosialis memiliki basis pandangan yang banyak mengambil pemikiran tokoh komunisme seperti Karl Marx. Sistem sosialisme yang diterapkan di Finlandia mengutamakan kebebasan pada penduduknya untuk memilih apa yang mau dikerjakan sesuai dengan passionnya dan equality. Warga diberikan kepastian untuk memilih pekerjaan apapun yang diinginkannya tanpa takut kegagalan karena negara akan selalu di belakangnya.

Negara menjamin bahwa seluruh warga pasti bisa sekolah dan mendapat perawatan kesehatan berkualitas. Negara juga akan memberi tunjangan untuk hidup layak jika belum mendapatkan pekerjaan dan memberikan pelatihan atau sekolah lagi jika butuh menambah skill baru. Setiap anak yang lahir akan diberikan kebutuhan dasar penuh dan tunjangan bulanan.

Begitu juga ketika umur warga telah melewati 65 tahun, maka tunjangan pensiun  akan diberikan. Sehingga individu tidak perlu takut keluarga dan dirinya terlantar jika mereka memilih pekerjaan berdasarkan passion bukan manfaat ekonomi. Tingkat keberpihakan pada passion sangat tinggi sehingga pemerintah Finlandia bahkan berencana memberikan kebebasan kepada murid sekolah untuk bebas memilih pelajaran yang mereka mau ikuti. Keadaan yang sangat mendekati utopian socialism yang diimpikan oleh Karl Marx di mana setiap individu bebas mengikuti passionnya dan setara (tapi di masyarakat yang masih memiliki agama dan tanpa konflik proletar dan bourgeoisie).

2. Alasan kedua adalah rakyat Indonesia (terutama kelas menengah ke atas) kemungkinan besar tidak akan suka dengan sistem pajak Finlandia
Untuk mendukung pengeluaran negara yang besar bagi membiayai program bagi-bagi gratisnya yang banayak, maka pemerintah Finlandia menarik pajak yang sangat banyak jenisnya dan tinggi.

Seseorang yang berpendapatan tinggi bisa ditarik pajak pribadi sampai 62% dari pendapatannya, wehh di negara kita malah nyediain sistem korupsi cashback 5% :v ups bebas pajak. Secara rata-rata, hampir 50% pendapatan masyarakat disetor ke negara sebagai pajak pribadi. Selain itu seluruh barang-barang yang dijual dikenai PPN yang secara rata rata sebesar 24% dari harga barang. Pajak paling rendah adalah untuk makanan sebesar 12%. Tidak ada subsidi untuk BBM malah dikenakan PPN sekitar 12 ribu rupiah per liter.

Bandingkan di Indonesia, pajak pendapatan kita paling tinggi 30% dan masih banyak yang tidak bayar. PPN hanya 10% dan tidak untuk semua barang. Pajak rendah sendiri adalah teori dari kapitalisme. Teori yang memberikan saran untuk pajak rendah agar orang berusaha lebih keras untuk mencari pendapatan yang lebih besar sehingga mendorong produktivitas yang tinggi.

Pajak atas barang rendah juga didorong atas teori mendorong konsumsi (kapitalisme teori juga). Hal yang sama atas subsidi BBM karena sangat baik untuk mendorong konsumsi karena efek domino juga mempermurah harga barang lainnya yang mendorong konsumsi tidak terganggu. Namun pada teori Kapitalisme, negara juga tidak perlu pengeluaran banyak karena meminta semua diserahkan pada pasar.

3. Alasan ketiga adalah tidak mudah mendapatkan guru dengan passion mengajar tinggi
Guru di Finlandia bisa dipastikan adalah orang yang memiliki passion besar untuk mengajar. Gaji guru di Finlandia bisa dibilang tidak tinggi. Bahkan di hasil penilaian oleh OECD atas gaji guru pada seluruh negara angggotanya, tingkat gaji guru di Finlandia tidak masuk 10 besar. Gaji guru disana dibawah gaji guru di Amerika Serikat padahal secara pendapatan perkapita masyarakat Finlandia jauh lebih tinggi dari Amerika Serikat.

Dari beberapa forum kita bisa mengetahui bahwa gaji guru hanya setengah dari gaji dokter (dokter juga wajib PNS di Finlandia karena pengobatan juga gratis). Maka dipastikan bahwa seorang lulusan terbaik (tingkat secondary school) rela meninggalkan profesi mahal seperti teknik (kerja di Nokia), IT (Perusahaan IT banyak di Finlandia, salah satunya Rovio pembuat Angry Bird) atau jadi dokter jika mau tetap jadi PNS, maka dipastikan passion atas mengajar yang bisa jadi alasan.

Passion mengajar yang tinggi dimiliki oleh semua guru di Finlandia adalah hal yang sangat sulit ditiru. Untuk mendapatkan guru dengan hasil akademik yang baik dan passion tinggi mengajar butuh proses panjang. Gaji yang tinggi bagi guru dan dana yang berlimpah akan mampu menarik guru dengan kualifikasi baik namun tidak untuk passion mengajar.

Gaji yang sangat tinggi akan mengundang juga lulusan terbaik tapi tidak tidak menjamin  memiliki passion untuk mengajar. Bahkan mereka yang passionate mengajar bisa banyak tersingkir oleh para pengejar materi.  Orang yang hanya mengaejar materi akan mempengaruhi kualitas pendidikan karena tidak akan tertarik untuk terus belajar dan bekerja keras demi memberikan pendidikan terbaik bagi anak muridnya Mereka hanya akan menegrjakan tugas sebatas apa yang diminta dan lebih ke arah result oriented bukan process oriented.

Passion akan sangat berguna karena tidak semua manusia sama dan membutuhkan cara pengajaran yang berbeda.Seseorang yang hanya tertarik gaji besar tidak akan berusaha untuk mencari cara terbaik agar semua muridnya mendapatkan manfaat yang sama dari pengajarannya. Sebab hal itu hanya menambah beban dan mungkin membutuhkan biaya pribadi tanpa memberikan tambahan gaji kepadanya.

Dalam sebuah liputan di Finlandia, seorang guru yang menemukan ada seorang muridnya yang tidak bisa mendapatkan pengalaman belajar sempurna di kelas, maka dia akan berusaha mencari inovasi teknik mengajar, berkonsultasi bahkan mengikuti pelatihan demi mendapatkan ide untuk berinovasi. Bayangkan, betapa berdedikasinya mereka hanya demi satu murid di kelas. Tindakan yang passionate ini akan menyentuh muridnya dan tentu saja banyak murid juga akan memiliki passionate yang tinggi untuk mengajar serta menjadi inspirasi bagi anak -- anak lain. Sehingga walau gajinya tidak tinggi, profesi guru akan dikejar oleh banyak orang dengan tingkat pencapaian akademis tinggi. Proses panjang yang tidak mudah untuk ditiru.

4. Alasan keempat adalah Finlandia merupakan negara dengan tingkat korupsi yang rendah
Indonesia bisa memaksakan untuk menerapkan sistem pendanaan atas pelayanan dengan basis sosialisme seperti sekolah gratis dan lainnya. Namun, ketika pendapatan dari negara masih ditunjang oleh sistem pajak berbasis kapitalisme yang difungsikan untuk membiayai negara dengan campur tangan rendah maka sistem pendidikan akan kekurangan dana.

Walau, dana dan gaji yang tinggi bagi guru tidak menjamin kualitas yang baik, namun dana yang tidak mencukupi pasti akan mempengaruhi kinerja. Penurunan peringkat Finlandia dari yang terbaik di 2012 menjadi peringkat 5 dunia di 2015 pada beberapa pengamat diperkirakan karena ketidak mampuan untuk mencukupi dana pendidikan; Nokia yang merupakan penyumbang pajak terbesar baik dari sisi Perusahaan dan pajak pribadi para pekerjanya menurun sejalan dengan menurunnya penguasaan Nokia atas pasar telepon genggam sehingga memecat banyak pekerjanya. Dana bukan faktor utama tetapi bisa dikatakan memiliki peran yang cukup signifikan.

Di sisi lain, seseorang guru yang memiliki passion tinggi juga tidak akan bisa memberikan kinerja maksimal jika dia tidak yakin dirinya dan keluarganya bisa terjamin baik kelayakan hidup dan masa depannya. Jika pemerintah memaksakan maka yang terjadi untuk mencukupi dana baik bagi kebutuhan pengajaran atau kebutuhan hidup para pengajar maka otomatis muncul pembayaran informal.

Pembayaran informal yang bisa dijadikan sumber pemerasan oleh para para pengawas sampai tingkat walikota dan bupati bahkan pusat untuk menjadikan pendidikan sebagai sapi perahan untuk mempertahankan kekuasaannya. Dan ketika korupsi telah mengakar maka akan sulit untuk memberantasnya.

Para aktor penguasa dan penikmat hasil dari institusi benalu akan selalu mampu menyesuaikan dan mencari cara untuk mempertahankan hegemoni mereka. Bahkan tambahan dana atau tunjangan tambahan buat guru bisa digunakan bukan untuk kepentingan pendidikan tetapi lebih mempertahankan hegemoni. Korupsi di bidang pendidikan akan sangat sulit diberantas dari luar jika benalunya telah terbentuk dan kokoh. Hanya disrupsi berupa ancaman keberlangsungan institusi pendidikan formal yang bisa memaksa para aktor itu untuk melepaskan hegemoninya.

Sekian dan terima gaji.
Agus Dwi
Agus Dwi Selalu ada cara lain untuk menjadi lebih baik dari hari ini.

Posting Komentar untuk "4 Alasan Indonesia tidak bisa meniru sistem pendidikan Finlandia"